Monday, March 14, 2016

Membaca : Menumbuhkan Kebiasaan yang Sudah Mulai Pudar



Buku adalah jendela dunia? Ya, sebuah kata yang sering didengungkan oleh guru kita semenjak sekolah dasar. Guru kita selalu meminta kita untuk rajin membaca agar kita bisa melihat seluruh isi dunia tanpa perlu menjelajahinya. Selain itu, buku juga membuka wawasan kita yang dari awalnya tidak tahu menjadi tahu. Tapi, walaupun semua orang tahu membaca itu sebegitu pentingya, namun kebanyakan dari kita terkesan tidak mau tahu. Tahun 2003, peneliti melaksanakan program untuk International Student Assessment, UNESCO, memperlihatkan kompetensi membaca anak usia 15 tahun di Indonesia berada di posisi 39 dari 41 negara. Sekitar 37% bisa membaca tanpa menangkap apa yang dibaca dan 24,8% bisa membaca tapi hanya mengerti satu pengetahuan tentang buku yang dibaca. Penelitian terbaru tahun 2011 juga menunjukkan indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Itu artinya, hanya ada satu orang dari 1000 penduduk yang memiliki kemauan untuk membaca buku dengan serius. Fakta tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 124 dari 187 negara dalam penialaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kebanyakan masyarakat Indonesia masih membawa budaya oral. Masyarakat belum memiliki kebiasaan membaca. Kita hanya membaca ketika diberikan tugas dari sekolah atau tempat bekerja. Di sela-sela waktu luang, kita jarang sekali membiasakan mengisinya dengan membaca. Kebanyakan orang memilih menonton televisi, bermain game, berbincang-bincang dengan teman, pergi ke mall, atau pergi ke suatu tempat yang menyenangkan.

Membaca, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia identik dengan ‘orang pintar’. Jadi, sebagian orang yang merasa dirinya kurang pintar menjadi malu atau minder untuk membaca buku. Selain itu, ada istilah ‘kutu buku’ yang dapat diartikan orang yang sangat senang membaca buku. Seharusnya istilah tersebut bermagna postif, akan tetapi sekarang ini istilah ‘kutu buku’ lebih bermakna negatif. Orang yang di cap ‘kutu buku’ dianggap sebagai orang yang hanya mengurung diri di kamar untuk membaca buku, punya sedikit teman, dan sulit bersosialisasi. Padahal, orang orang hebat di luar sana yang notabene dikenal masyarakat luas, mereka merupakan orang-orang yang membuat kegiatan membaca sebagai kesehariannya. Muhammad Hatta, Ir. Soekarno, Tan Malaka dan Sutan Sjahrir adalah 4 serangkai pendiri bangsa Indonesia yang semua dari mereka senang membaca buku. Masih banyak lagi tokoh hebat di dunia ini yang memiliki kebiasaan membaca sebagai keseharian mereka.

Kemudian, apakah sesulit itukah kebiasaan membaca ditumbuhkan dalam diri kita? Banyak sekali cara untuk menumbuhkan kebiasaan membaca. Berikut ini merupakan beberapa cara untuk menumbuhkan kebiasaan membaca pada diri kita :

1.    Mulai membawa buku kemanapun
Membaca bisa kita mulai dengan membawa sebuah buku kemanapun kita pergi. Mulai dari naik kendaraan umum, menunggu antrian di supermarket, bahkan saat buang air di kamar mandi. Kalau sudah membawa, setidaknya akan muncul kemauan untuk membaca. Jangan hiraukan lirikan sinis atau perkataan orang lain tentang kita yang sedang membaca buku. Harusnya kamu merasa keren ketika membawa buku, bukan malah merasa malu. Akan tetapi ketika sudah sibuk dengan buku bawaan kita, jangan sampai lupa untuk berinteraksi dengan orang lain.

2.    Lakukan dimanapun
Membaca dapat dilakukan dimanapun. Cobalah untuk memulai membaca buku sewaktu berangkat ke sekolah ataupun berangkat bekerja. Daripada kita hanya menghabiskan waktu hanya membuka smartphone untu bermain game, chatting, atau hanya sok-sokan membuka dan menutup menu utama, lebih baik waktu luang ini kita manfaatkan untuk membaca. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kita juga harus tetap peka dan bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar. Cobalah mengatur waktu dimana kita harus berdiam dan membaca buku, dan dimana kita harus bersosisalisasi dengan orang lain. Sadar waktu dan tempat, mungkin hal ini yang membuat orang menjustifikasi para pembaca buku itu sebagai orang yang anti social. Maka dari itu, jadilah pembaca yang cerdas dalam memilih waktu dan tempat untuk membaca.

3.    Pilih buku yang sesuai
Hidup itu hanya sebentar jadi cobalah untuk memilih hal baik mana yang ingin kamu lakukan, termasuk membaca. Tidak mungkin kita membaca semua buku yang orang bilang bagus, padahal belum tentu bermanfaat bagi diri kita.  cobalah untuk mulai mencari buku yang sekiranya menarik dan bermanfaat untuk pengembangan diri. Jangan hanya terpaku untuk membaca buku fiksi atau novel yang menarik tapi kurang padat isi, tapi cobalah untuk mencari bahan bacaan yang memang padat isi. Novel atau bacaan fiksi lain mungkin bisa dijadikan selingan dikala memang butuh hiburan, tapi jangan jadikan kebiasaan utama. Ketika kita sudah menentukan buku yang sekiranya sesuai dengan apa yang kita inginkan, cobalah baca beberapa bagian awal dari buku. Ketika sudah mencapai 50 halaman buku dan tetap tidak mendapat apa yang kita inginkan, bisa jadi buku yang kita pilih bukan buku yang kira cari. Hentikan membaca dan cobalah untuk mencari buku yang lain.

4.    Tingkatkan kemampuan membaca
Banyak orang yang malas membaca karena merasa membaca itu membutuhkan banyak waktu tapi sedikit mendapatkan pengetahuan. Mereka lebih memilih untuk memperoleh pengetahuan dari sumber audiovisual seperti kelas, video, atau film. Padahal, kalau kita tinjau lebih dalam lagi sebenarnya buku itu mengandung banyak sekali pengetahuan. Akan tetapi, masalahnya adalah orang-orang yang mencoba membaca buku belum memiliki kemampuan membaca yang mumpuni sehingga mereka beranggapan membaca itu buang-buang waktu. Meningkatkan kemampuan membaca bisa menjadi salah satu solusi untuk mempercepat proses membaca kita tanpa mengurangi ilmu yang kita dapat dari sebuah buku. Ada beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca kita.
  • Yang pertama adalah membaca abstrak buku atau review buku terlebih dahulu sebelum mulai membaca. Sehingga, sebelum membaca keseluruhan buku kita sudah tahu apakah buku yang kit abaca sesuai dengan apa yang kita inginkan.
  • Yang kedua, bacalah daftar isi sebelum dan sesudah membaca keseluruhan buku. Hal ini dapat membantu kita untuk melihat secara holistic mengenai hal apa yang ingin disampaikan oleh sebuah buku.
  • Yang ketiga, cobalah untuk  menangkap kata-kata kunci yang ada dalam suatu paragraf. Ketika kita sudah berhasil menangkap kata-kata kunci, kita jadi tahu apa yang dimaksud penulis dalam paragraph yang kita baca.
  • Yang keempat, cobalah membaca kembali daftar isi setelah menyelesaikan membaca keseluruhan buku. Ini berguna untuk mereview kembali apa saja yang telah kit abaca dan kita dapat dari buku yang kita baca.
5.    Buat reading list
Daftar buku apa saja yang akan kita baca sebaiknya disusun dengan baik dan sistematis agar kita bisa tahu buku apa yang harus dibaca selanjutnya setelah menyelesaikan sebuah buku. Selain sebagai media pengingat, reading list juga bisa menjadi dorongan dan motivasi untuk kita menyelesaikan buku yang sedang dibaca agar bisa segera menyelesaikan buku-buku lain yang ada di reading list. Buatlah daftar buku yang jangan terlalu banyak untuk pertama kali mencoba membaca buku. Mungkin bisa dicoba untuk membuat 10 daftar judul buku yang akan diselesaikan selama setahun kedepan. Setelah itu, coba tingkatkan terus daftar buku yang ada di reading list agar kemampuan membaca kita juga ikut meningkat pula.

6.    Jadikan membaca sebuah kebiasaan
Saat awal memulai membaca, mungkin kita menganggap membaca itu sebuah kewajiban yang harus kita lakukan. Namun, setelah kebiasaan membaca itu mulai timbul, kita harus segera meluruskan persepsi tentang membaca itu sendiri. Membaca sebenarnya bukanlah sebatas kewajiban atau keharusan, tapi haruslah menjadi sebuah kebutuhan seorang individu. Sama seperti makan dan minum, membaca seharusnya juga dicari-cari oleh banyak orang yang haus akan bahan bacaan setiap harinya. Ketika persepsi tersebut telah tertanam di dalam diri kita, maka dengan sendirinya budaya membaca akan semakin mengakar dalam diri kita.

Setelah menjalani semua tadi, apakah kebiasaan membaca kita akan tumbuh? Kembali ke kemauan kita masing-masing, apakah ingin benar-benar mejadikan membaca sebagai sebuah kesenangan atau hanya sebuah selingan di waktu luang. Karena manusia, termasuk penulis, hanya bisa menyebarkan sedikit kebaikan, bukan untuk menjadikan orang lain baik. Semoga pengetahuan yang penulis miliki bisa bermanfaat bagi orang yang mau berubah, dan bisa menjadi bacaan selingan bagi orang yang hanya numpang lewat.



Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.
― Mohammad Hatta



Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB

Teknik Kimia (ITB) ?



Teknik Kimia itu apa? Teknik Kimia itu belajar apa? Setelah lulus, sarjana teknik kimia bisa kerja dimana? Tiga pertanyaan itu yang sering terbayang dalam pikiran, dan mungkin juga terucap dari bibir kita sebelum mengecap pendidikan teknik kimia. Mulai dari kita  SMA, TPB, bahkan yang sudah masuk salah satu jurusan yang katanya salah satu jurusan paling bergengsi di kampus gajah ini masih belum tahu apa itu teknik kimia. Kalau tidak tahu, mengapa memilih jurusan yang katanya susah ini? Hanya alasan pekerjaan? Ikut-ikutan teman? Salah memilih jurusan? Suka pelajaran kimia? Atau hanya mencari gengsi semata? Kalau masalah tujuan memilih jurusan sebenarnya kembali ke pribadi masing-masing. Tidak berhak dan tidak benar untuk menyalahkan tujuan orang lain. Tapi seharusnya kita tahu apa yang akan kita lalui selama 3 tahun belajar ilmu teknik kimia. Karena ketika kita salah memilih jurusan, yang paling dirugikan bukan diri kita sendiri, namun orang lain yang benar-benar ingin memilih jurusan teknik kimia.

Perjalanan dimulai dari tahun pertama. Di tingkat ini, mahasiswa masih belajar dan mendalami pelajaran SMA dan mata kuliah pengenalan jurusan. Mahasiswa sering menyebut tingkat awal ini sebagai Tahap Paling Bahagia (TPB). Istilah ini sebenarnya muncul dari mahasiswa yang telah melaluinya. Mahasiswa yang masih menjalaninya biasanya tetap menganggap tahap awal ini susah, sibuk, membuat sulit tidur, dan banyak keluhan lainnya. Namun, nyatanya mereka tetap mendapat IP bagus. Setidaknya lebih bagus daripada IP kelak dijurusan (kalimat ini hanya generalisasi). Entah mereka memang merasa susah atau ingin dirasa hebat karena mampu menjalani cobaan berat (baca : kuliah) ?

Perjalanan berlanjut ke tingkat dua. Di tingkat inilah kehidupan jurusan dimulai. Mulai muncul keluhan baru tentang kesibukan mahasiswa jurusan dan tingkat kesulitan pelajaran di jurusan. Mata kuliah yang diberikan sudah mulai masuk ke dasar-dasar jurusan masing-masing. Kalau di teknik kimia sendiri pasti akan belajar dasar-dasar teknik kimia seperti termodinamika, teknik reaksi kimia, neraca massa, dan mata kuliah dasar lainnya. Di tingkat dua, dimana kita sudah masuk jurusan, namun masih ada juga orang yang belum tahu banyak tentang jurusan yang ini. Masih banyak yang menerka-nerka, bertanya-tanya, mencari dari berbagai sumber tentang teknik kimia. Walaupun sudah tahu tentang teknik kimia pun, biasanya kita belum benar-benar merasakan feel dari ilmu teknik kimia itu sendiri. Hanya sekedar tahu bagaimana menyelesaikan persoalan yang diberikan, namun belum bisa untuk menemukan sebenarnya masalah apa sih yang bisa diselesaikan oleh seorang sarjana teknik kimia. Ada yang sudah mendapat feel, tapi mungkin hanya segelintir orang saja. Dan yang sering terpikir oleh kebanyakan mahasiswa di tingkat ini, bagaimana ‘lolos’ dari mata kuliah yang ada dan mendapat indeks memuaskan.
Setahun berlalu di tingkat dua, sekarang berlanjut ke tingkat tiga. Di tingkat ini, muncul lagi keluhan seperti : tingkat paling susah, paling sibuk, paling hectic, labtek yang mematikan dan masih banyak keluhan lain. Ternyata dibalik semua keluhan itu, tingkat tiga ini menjadi titik balik bagi sebagian besar mahasiswa teknik kimia. Titik balik seperti apa? Yang dari yang awalnya kita mengenal teknik kimia hanya sebatas pabrik pupuk, kilang minyak, dan pengolahan gas. Pada tingkat ini kita bisa lebih tahu bahwa seorang sarjana teknik kimia itu bisa melakukan banyak hal dan berkerja di berbagai tempat. Banyak sekali industri yang bisa dimasuki oleh seorang sarjana teknik kimia seperti industri anorganik (klorin, asam sulfat, natrium hidroksida), industri organik (fenol, etilen, karboksilat), industri keramik, industri polimer, industri oleokimia, pengolahan biomassa, dan masih banyak lagi.  Dan utamanya, dari yang awalnya kita hanya sekedar tahu, sekarang sudah mulai bisa merasakan apa itu teknik kimia, apa yang dipelajari, dan mau apa setelah lulus. Mungkin masih banyak yang belum diketahui oleh mahasiswa tingkat tiga ini. Karena penulis sendiri masih tingkat tiga, jadi belum bisa bercerita lebih banyak lagi.

Mungkin bisa dikatakan sedikit terlambat, karena kita baru tahu jalan seperti apa yang kita lalui saat kita sudah melalui jalan itu dan susah untuk memilih jalan yang lain. Pengalaman paling baik memang dari mencoba. Tapi, apakah kita tetap harus mencoba masuk suatu jurusan dulu sebelum memilih jurusan tersebut? Mungkin bisa pindah ke jalan yang lain jika tidak sesuai. Tapi apakah semudah itu? Apa salahnya kita mencari tahu lebih dalam sebelum memilih? Atau setidaknya mencari tahu lebih dalam saat masih di awal perjalanan panjang selama tiga tahun agar tidak begitu menyesal nantinya. Salah satu cara untuk mencari tahu lebih dalam tentang teknik kimia  adalah dengan membaca buku referensi mengenai keilmuan teknik kimia seperti Unit Operation of Chemical Engineering, Chemical Process Control, dan Separation Process. Selain itu, menurut beberapa orang salah satu buku yang paling menggambarkan aplikasi teknik kimia di dunia industri  adalah buku Chemical Process Industrial (Shreves). Masih banyak lagi buku dan sumber lain yang bisa kita baca untuk menambah pengetahuan dan pemahaman kita. Dari membaca, kita jadi ingin tahu. Dari keinginan untuk tahu kita menjadi tahu,. Dan dari kita tahu kita bisa memberi tahu.

“Teruslah membaca, karena kita tahu dan memberi tahu dari membaca.”



Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB

Masa Depan mu dan Negeri mu

Tidak ada yang tahu bagaimana masa depan diri sendiri atau orang lain melainkan menjadi rahasia Allah sebelum kita menjalaninya di masa mendatang. Apakah kita ingin menjadi seorang ilmuwan, jutawan, penjahat, perampok atau seorang presiden merupakan pilihan dan jalan hidup yang kita pilih sendiri. Apa yang kita usahakan sekarang akan menentukan nasib kita nanti. Malah bukan hanya menentukan nasib kita sendiri, juga nasib bangsa ini. Sudah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, tapi yang dengar hanyalah keluhan disana-sini mengenai kondisi bangsa ini sekarang. Perselisihan, pertengkaran, dan kebobrokan terjadi dimana-mana. Tapi apakah hanya itu yang bisa kita banggakan dari bangsa ini?

Banyak pencapaian yang telah dicapai negara Indonesia setelah bebas dari belenggu penjajah seperti swasembada pangan, kemajuan teknologi penerbangan, kekuatan maritime, dan pengembangan industri di berbagai sektor. Akan tetapi, pencapaian itu ternyata belumlah cukup. Nyatanya dengan negara sebelah yang notabene merdeka setelah kita lebih dahulu merdeka, mereka bisa lebih maju. Ya, mungkin kondisi geografis mereka lebih mendukung karena berada di dua daratan utama saja sedangkan Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau sehingga menghambat perkembangan bangsa ini. Tapi apakah kita hanya bisa menyalahkan alam? Tidak, yang salah adalah manusia yang mengisi negara besar ini. Kita hanya mengambil teknologi dan meniru teknologi dari negara maju yang notabene negaranya berada di satu atau beberapa daratan utama saja. Seharusnya kita sadar dengan kondisi negara ini, dan menemukan solusi atas permasalahan dan keadaan yang ada saai ini. Jangan hanya duduk dan mengeluh, tapi bergerak dan beraksi.

Pertanyaan terakhir, siapa yang harus melakukan semua itu? Siapa yang harus membangun bangsa ini? Ya, kita generasi muda. Generasi penerus bangsa





Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB