Friday, January 13, 2017

KELAPA SAWIT: Sudah Saatnya Kita Berdikari



Kelapa sawit, Elaeis guineensis, merupakan tumbuhan yang berasal dari afrika tengah dan dapat tumbuh sebagai tanaman komersial di dataran rendah daerah tropis. Produk utama dari kelapa sawit adalah crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO). Minyak kelapa sawit kebanyakan diolah menjadi produk minyak goreng, sabun, deterjen, dan turunan yang lain. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara penghasil 80% produksi minyak sawit dunia dengan Eropa merupakan konsumen terbesarnya. Selain kedua negara ini, sekarang mulai dikembangkan penanaman dan perluasan lahan perkebunan kelapa sawit di Filiphina, Thailand, Papua Nugini, serta negara-negara di Afrika dan Amerika Latin (Oliver Pye dan Jayati Bhattacharya, 2013).

Di bandingkan tumbuhan penghasil minyak yang lain, kelapa sawit memiliki hasil minyak per hektar paling besar. Tabel 1 menunjukkan data produktivitas berbagai tanaman penghasil minyak yang ada saat ini.

Tabel 1. Produktivitas Berbagai Tananaman Penghasil Minyak (sumber : journeytoforever.org)
Crop
litres oil/ha
oil palm
5950
coconut
2689
avocado
2638
macadamia nut
2246
jatropha
1892
pecan nut
1791
castor bean
1413
olive
1212
Rapeseed
1190
peanut
1059
cocoa (cacao)
1026
sunflower
952
Rice
828
Sesame
696
mustard seed
572
hazelnut
482
Soybean
446
hemp
363
cotton
325
oats
217
corn (maize)
172

Dari tabel 1 terlihat bahwa produktivitas minyak- dari sawit jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang lain. Hal ini merupakan salah satu alasan kuat mengapa sawit sangat digemari produsen sabun, deterjen dan bahan bakar nabati sebagai bahan dasar produksinya.

Tabel 2. Produksi Miyak dari Berbagai Jenis Tanaman (Sumber : FAO Statistics Division, 2014)
Oil Crops
Production (tonnes per year)
Oil palm
53269743
Soybean
41537509
Rapeseed
23570320
Oil palm kernel
6045006
Cottonseed
5300708
Groundnut
5170391
Olive, virgin
3320023
Coconut (copra)
3304575
Maize
2350511
Sesame
1277831
Linseed
543977
Safflower
144586

Tabel 2 menunjukkan produksi berbagai jenis minyak dari berbagai jenis tanaman. Dapat terlihat bahwa produksi minyak kelapa sawit dan minyak kacang kedelai sangat besar dibanding produksi minyak dari sumber yang lain. Produksi minyak kelapa sawit sebagian besar berasal dari Indonesia dan Malaysia, sedangkan produksi minyak dari kacang kedelai sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.

Dibalik berbagai manfaat sawit ternyata masih banyak beberapa kalangan yang tidak setuju dengan pemanfaatan sawit. Kalangan pemerhati lingkungan baik dalam maupun luar negeri banyak memberikan kritikan terhadap penanaman sawit di Indonesia. Mereka menganggap perkebunan sawit yang ada sekarang dapat merusak tanah karena tanaman sawit sangat membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Selain itu, pembukaan perkebunan sawit yang dilakukan dengan cara membakar hutan dan lahan gambut juga menjadi alasan utama penolakan terhadap sawit. Penanaman tumbuhan homogen di sebuah lahan yang luas juga dapat mengurangi diversivikasi dan keseimbangan ekosistem yang ada.

Seperti yang kita ketahui, beberapa negara di eropa sempat memperketat impor CPO dari Indonesia karena perkebunan sawit di Indonesia dianggap tidak memenuhi kriteria perkebunan sawit yang berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah negara Perancis yang menetapkan pajak sangat tinggi untuk impor CPO. Perkebunan sawit di Indonesia bisa sampai dikatakan tidak berkelajutan karena dalam proses pembukaan lahan hingga pengolahan limbah mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan, peremajaan pohon sawit yang juga dilakukan dengan membakar pohon sawit yang sudah tua, serta pengolahan limbah pengolahan CPO baik itu limbah cair maupun limbah padat yang tidak dilakukan dengan baik.

Namun, larangan tersebut akhirnya dicabut lantaran pemerintah Indonesia telah menetapkan peraturan mengenai pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Peremajaan pohon sawit dengan cara dibakar sudah dilarang serta pengolahan limbah cair dan padat sudah dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan moratorium berjangka waktu dua tahun mengenai hutan primer yang mulai berlaku 20 Mei 2011. Setelah itu, moratorium diperpanjang kembali selama dua tahun hingga 2015. Sebagai gantinya Indonesia menerima paket 1 milyar dollar AS dari Norwegia. Pada tahun 2015, moratorium kembali diperpanjang selama dua tahun samapi 2017. Namun dalam pelaksanaannya peraturan tersebut masih sering dilanggar oleh pengusaha perkebunan sawit. Pembukaan lahan masih dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk memperluas lahan sawitnya (Indonesia Investment, 2016). Akan tetapi, langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut sudah cukup tepat untuk mengatasi masalah pembukaan hutan. Diperlukan pengawasan dan birokrasi yang lebih baik agar perluasan kawasan perkebunan sawit tidak dilakukan kembali.

Dibalik desakan dari berbagai pihak, khususnya dari eropa, mengenai perkebunan sawit yang ada di Indonesia tadi ternyata jika tinjau lebih lanjut negara-negara pengekspor CPO dari Indonesia adalah negara-negara eropa sendiri. Berikut ini beberapa negara tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar:
Tabel 3. Data negara tujuan ekspor CPO terbesar tahun 2014 (BPS, 2015)
Negara Tujuan Ekspor
Besar ekspor (ton)
India
2.888.188
Belanda
866.087
Italia
601.648
Singapura
532.902
Spanyol
276.017

Dari tabel 3 dapat terlihat bahwa negara konsumen CPO selain India, berasal dari negara-negara eropa. Seperti yang kita ketahui, bahwa tanaman sawit merupakan tanaman yang hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Hal itulah mengapa negara barat tidak dapat mengembangkan sawit.

Sekarang, negara-negara eropa dan amerika sedang mengembangkan tanaman penghasil minyak-lemak selain sawit. Amerika telah cukup lama mengembangkan kacang kedelai sebagai bahan biodiesel mereka. Di eropa pun mulai dikembangkan sumber minyak-lemak dari biji bunga matahari, sorgum dan kanola. Mereka menganggap bahwa tanaman yang mereka kembangkan jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sawit. Faktanya, produktivitas minyak-lemak terbesar tetap dipegang oleh sawit. Hal itu seperti yang tampak pada tabel 1 yang menyatakan hasil minyak/ha lahan. Dari produktivitas itu dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan jumlah minyak-lemak yang sama, sawit memerlukan luas lahan yang lebih kecil dibandingkan tanaman lain.

Indonesia seharusnya jangan takut akan ancaman embargo dari negara-negara eropa atas CPO produksi kita. Pelarangan ekspor CPO ke negara eropa harusnya menjadi opportunity bagi Indonesia untuk mengembangkan sendiri industri turunan CPO seperti industri sabun, gliserol, biodiesel dan industri yang lain. Sudah saatnya negara kita berdikari dengan sumber daya alam dan manusia yang kita miliki. 71 tahun Indonesia merdeka dari penjajah, namun kita masih serasa dijajah. Kalau banyak orang bilang penjajahan yang bangsa barat lakukan sekarang itu adalah ‘model baru’. Sebenarnya tidak juga. 350 tahun yang lalu bangsa eropa datang ke Indonesia juga dengan membawa modal untuk berdagang, sama seperti sekarang ini Mungkin yang berbeda, di zaman itu mereka memakai seragam militer dan membawa senjata untuk memaksa kita untuk ‘berdagang’ dengan mereka. Kalau sekarang yang datang adalah orang memakai jas dan dasi rapi yang membawa uang sebagai iming-iming kenikmatan dunia.


Sumber:
FAO Statistics Division 2014. Diakses dari http://www.fao.org
Palm Oil. Diakses dari http://www.indonesia-investments.com/zh_cn/business/commodities/palm-oil/item166? Tanggal 14 Januari pukul 11.14 WIB.
Pye, Oliver. Bhattacharya, Jayanti. 2013. “The Palm Oil Controversy in Southeast Asia: A Transnational Perspective”. ISEAS Publishing: Singapore.
Ulum, Miftahul. Hariyanto. 2015.“Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014”. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta.




Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB