Saturday, March 4, 2017

Gasifikasi Sekam Padi sebagai Solusi Penyediaan Listrik dari Sumber Energi Terbarukan dengan Teknologi Solid Oxide Fuel Cell


Di zaman modern ini, energi telah menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Mulai dari aktivitas sehari-hari seperti mandi, bepergian, menyalakan barang elektronik, hingga memasak, semuanya membutuhkan energi agar semua aktivitas tersebut bisa berjalan dengan baik. Penyediaan energi sekarang ini masih didominasi dari sumber energi tak terbarukan seperti minyak dan gas bumi. Namun, semua sumber energi tak terbarukan jumlahnya akan menurun dari waktu ke waktu dan akan habis suatu saat nanti. Di Indonesia sendiri, selama tahun 2009 – 2013 produksi minyak mentah dan kondensat menunjukkan kecenderungan menurun dengan tingkat penurunan rata-rata sebesar 3,43 persen per tahun. Begitu juga dengan produksi gas bumi yang mengalami penurunan dari tahun 2010 – 2013 (BPS, 2014). Dari kenyataan tersebut, diperkirakan apabila tidak ditemukan sumber baru lagi, maka minyak bumi kita akan habis dalam 11 tahun dan batubara sendiri akan habis selama 100 tahun.
Dewasa ini, manusia sudah mulai menyadari bahwa ketergantungan terhadap sumber energi tak terbarukan akan membawa dunia menuju krisis energi. Pemerintah Indonesia sendiri telah menyadari hal tersebut dan menindaklanjutinya dengan menerbitkan Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dimana energi (primer) mix pada tahun 2025 akan meningkatkan porsi sumber energi terbarukan seperti bahan bakar nabati (biofuel) yang sekarang hanya sekitar 1% menjadi 5% dari total energi mix di 2025 nanti.
Listrik merupakan salah satu bentuk energi yang bisa langsung digunakan (final energy) selain bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Sumber energi yang digunakan untuk membangkitkan listrik biasanya berasal dari BBM, gas alam, angin, air, dan masih banyak lagi. Pembangkit listrik yang ada di Indonesia sendiri sebagian besar masih berbasis bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) yang tidak terbarukan. Padahal masih banyak sumber energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Misalnya panas bumi, air, mikrohidro, surya, angin, uranium, dan biomassa.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan energi berbasis biomassa. Indonesia Memiliki lama penyinaran cahaya matahari cukup tinggi sekitar 12 jam sehari dan tanah yang subur merupakan nilai lebih bagi Indonesia untuk mengembangkan potensi biomassa menjadi salah satu sumber energi terbarukan. Teknologi yang kita miliki di bidang penyediaan energi dari biomassa juga mulai berkembang. Salah satu teknologi yang cukup menjanjikan untuk mengkonversi biomassa menjadi final energy seperti listrik adalah teknologi gasifikasi biomassa.
Proses gasifikasi memerlukan umpan yang banyak mengandung komponen karbon, seperti biomassa. Hampir semua biomassa seperti limbah sisa pertanian maupun perkebunan dapat digunakan langsung sebagai umpan reaktor gasifikasi. Pemilihan biomassa yang digunakan untuk umpan gasifikasi harus memperhatikan kegunaan biomassa di bidang lain, terutama ketahanan pangan. Tanaman pangan seperti jagung, singkong, sawit juga menjadi sumber energi terbarukan yang cukup menjanjikan. Pemanfaatan bahan pangan tersebut sebagai sumber energi tidak boleh mengganggu stabilitas kebutuhan bahan pangan. Oleh sebab itu, harus dicari bahan lain yang jika dikonversi secara besar-besaran menjadi energi tidak akan mengganggun stabilitas pangan. Salah satu potensi biomassa yang belum begitu termanfaatkan dan cukup mudah ditemukan adalah sekam padi.
Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Nasi merupakan hasil pengolahan dari padi. Oleh sebab itu, produksi padi di Indonesia sangat besar untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok masyarakat. Produksi padi pada tahun 2015 berdasarkan angka ramalan (ARAM) I BPS mencapai 75,551 juta ton gabah kering giling (GKG) setara dengan 43,940 juta ton beras (Sulaiman, 2015). Selisih Antara massa beras dan gabah kering siap giling yang mencapai 31,611 juta ton merupakan massa sekam dan sebagian kecil massa dedak padi. Jumlah yang sangat besar ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Masyarakat hanya menggunakan sebagian sekam padi untuk dibuat briket arang, dibakar langsung, atau sebagai media tanam.

Tabel 1. Analisis proximate dan ultimate sekam padi

Selain itu, dari table 1 dapat dilihat bahwa kandungan karbon yang cukup tinggi. Jumlah yang cukup melimpah serta kandungan karbon yang cukup tinggi menjadikan sekam padi merupakan salah satu bahan baku yang cocok digunakan untuk proses gasifikasi.
Gasifikasi sekam padi diawali dengan memasukkan sekam ke dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Proses awal yang terjadi di dalam reaktor adalah tahap pengeringan dengan temperatur sekitar 100 – 250oC. Pada temperatur ini, kadar air dalam sekam padi akan berkurang. Uap air dari proses pengeringan ini akan keluar bersama aliran gas hasil gasifikasi. Tahap selanjutnya dalam reaktor adalah pirolisis. Proses ini terjadi pada temperatur 250 – 500oC. Pada temperatur ini, sekam padi mulai mengalami pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil akibat pengaruh temperatur tinggi. Hasil dari tahap pirolisis adalah arang, uap air, uap tar, dan gas-gas minor lain. Tahap selanjutnya adalah tahap reduksi yang berlangsung pada temperatur 600oC. Arang berekasi dengan uap air dan karbon dioksida menghasilakn hidrogen dan karbon monoksida. Dua gas hasil reduksi inilah yang menjadi komponen utama dalam gas keluaran reaktor. Tahap yang terakhir dalam reaktor adalah oksidasi. Proses ini berlangsung pada temperatur tinggi, yaitu sekitar 1200oC. Temperatur yang tinggi ini disebabkan oleh pembakaran sisa biomassa yang menhasilkan kalor. Pada suhu tinggi ini, uap tar juga mengalami proses lebih lanjut menjadi molekul-molekul kecil yang akhirnya terbakar (Herri, 1985).
Keluaran dari reaktor gasifikasi ini adalah gas H2, CO, H2O, CO2, partikel kecil (ash), dan sedikit gas SO2. Sebelum dapat digunakan, gas ini harus dibersihkan terlebih dahulu melalu gas cleaning system untuk mendapatkan konsentrasi H2 dan CO yang tinggi. Proses yang ada di unit pembersih gas adalah pemisahan partikel kecil dari gas, desulfurisasi, dry gas cleaning, dan pemersihan dari gas minor lain. Setelah dibersihkan dari pengotor, syngas dimasukkan ke dalam water gas shift reactor untuk menghilangkan gas CO dengan merekasikannya dengan uap bertekanan tinggi sehingga dihasilkan H2 dan CO2. Setelah itu, syngas yang kaya dengan H2 dialirkan ke dalam SOFC (solid oxide fuel cell). Di dalam sel elektrokimia ini, terjadi reaksi antara H2 bereaksi secara elektrokimia dengan O2 yang berasal dari udara. Konversi energi kimia menjadi energi listrik menggunakan sel bahan bakar karena efisiensinya yang lebih tinggi daripada proses pembakaran. Arus listrik yang dihasilkan dari SOFC dikonversi terlebih dahulu dari arus DC ke arus AC sehingga dapat digunakna langsung untuk kebutuhan listrik sehari-hari.
Untuk menghasilkan listrik, kendala utama dari penggunaan sumber energi biomassa adalah transmisi listrik dari reaktor sampai ke konsumen. Kendala inilah yang seharusnya juga menjadi perhatian dari pemerintah. Salah satunya adalah pembangunan instalasi listrik di daerah terpencil untuk mentransmisikan listrik dari reaktor gasifikasi ke rumah warga. Selain itu, jangan terlalu berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya energi. Bukan hanya sumber daya energi tak terbarukan, tapi juga sumber daya energi terbarukan. Walaupun energi terbarukan dapat diperbaharui, namun energi ini juga membutuhkan waktu untuk memperbaharui dirinya. Jika kita mengambil terlalu cepat dalam jumlah yang banyak, sumber daya terbarukan pun lama-kelamaan akan habis pula.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa teknologi gasifikasi sekam padi untuk menghasilkan listrik melalui proses elektrokimia menggunakan SOFC merupakan salah satu solusi penyediaan energi terbarukan di Indonesia. Selain karena sekam padi tersedia dalam jumlah besar di Indonesia, kandungan karbon yang cukup tinggi menjadikan sekam padi sebagai umpan proses gasifikasi yang paling baik saat ini. Selain itu, peran pemerintah sebagai penentu kebijakan juga sangat penting dalam upaya pembangkitan listrik dari sumber energi terbarukan, khususnya biomassa.


Sumber:
Anis S, Karnowo, Wahyudi. (n.d.). Studi Eksperimen Pemanfaatan Sekam Padi sebagai Bahan Bakar Gasifikasi Penghasil Syngas. Diakses dari : http://etalase.unnes.ac.id/
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2014. Outlook Energi Indonesia 2014. Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi. Jakarta.
Keairns, Dale L. dan Richard A. Newby. Integrated Gasification Fuel Cell (ICGFC) System. 11th Annual SECA Workshop 2010. Pittsburgh. US.
Susanto, Herri. Sekilas Teknologi Gasifikasi. Diunduh dari http://esptk.fti.itb.ac.id/herri/ pada tanggal 3 Oktober 2015 pukul 11.34.
Treacy, Megan. 2013. New fuel cell technology could cost one-tenth the price of Bloom. Diunduh dari http://www.treehugger.com/clean-technology/new-fuel-cell-technology-could-cost-one-tenth-price-bloom.html pada tanggal 8 Oktober 2015 pukul 15.10.




Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB

Friday, January 13, 2017

KELAPA SAWIT: Sudah Saatnya Kita Berdikari



Kelapa sawit, Elaeis guineensis, merupakan tumbuhan yang berasal dari afrika tengah dan dapat tumbuh sebagai tanaman komersial di dataran rendah daerah tropis. Produk utama dari kelapa sawit adalah crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO). Minyak kelapa sawit kebanyakan diolah menjadi produk minyak goreng, sabun, deterjen, dan turunan yang lain. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara penghasil 80% produksi minyak sawit dunia dengan Eropa merupakan konsumen terbesarnya. Selain kedua negara ini, sekarang mulai dikembangkan penanaman dan perluasan lahan perkebunan kelapa sawit di Filiphina, Thailand, Papua Nugini, serta negara-negara di Afrika dan Amerika Latin (Oliver Pye dan Jayati Bhattacharya, 2013).

Di bandingkan tumbuhan penghasil minyak yang lain, kelapa sawit memiliki hasil minyak per hektar paling besar. Tabel 1 menunjukkan data produktivitas berbagai tanaman penghasil minyak yang ada saat ini.

Tabel 1. Produktivitas Berbagai Tananaman Penghasil Minyak (sumber : journeytoforever.org)
Crop
litres oil/ha
oil palm
5950
coconut
2689
avocado
2638
macadamia nut
2246
jatropha
1892
pecan nut
1791
castor bean
1413
olive
1212
Rapeseed
1190
peanut
1059
cocoa (cacao)
1026
sunflower
952
Rice
828
Sesame
696
mustard seed
572
hazelnut
482
Soybean
446
hemp
363
cotton
325
oats
217
corn (maize)
172

Dari tabel 1 terlihat bahwa produktivitas minyak- dari sawit jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang lain. Hal ini merupakan salah satu alasan kuat mengapa sawit sangat digemari produsen sabun, deterjen dan bahan bakar nabati sebagai bahan dasar produksinya.

Tabel 2. Produksi Miyak dari Berbagai Jenis Tanaman (Sumber : FAO Statistics Division, 2014)
Oil Crops
Production (tonnes per year)
Oil palm
53269743
Soybean
41537509
Rapeseed
23570320
Oil palm kernel
6045006
Cottonseed
5300708
Groundnut
5170391
Olive, virgin
3320023
Coconut (copra)
3304575
Maize
2350511
Sesame
1277831
Linseed
543977
Safflower
144586

Tabel 2 menunjukkan produksi berbagai jenis minyak dari berbagai jenis tanaman. Dapat terlihat bahwa produksi minyak kelapa sawit dan minyak kacang kedelai sangat besar dibanding produksi minyak dari sumber yang lain. Produksi minyak kelapa sawit sebagian besar berasal dari Indonesia dan Malaysia, sedangkan produksi minyak dari kacang kedelai sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.

Dibalik berbagai manfaat sawit ternyata masih banyak beberapa kalangan yang tidak setuju dengan pemanfaatan sawit. Kalangan pemerhati lingkungan baik dalam maupun luar negeri banyak memberikan kritikan terhadap penanaman sawit di Indonesia. Mereka menganggap perkebunan sawit yang ada sekarang dapat merusak tanah karena tanaman sawit sangat membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Selain itu, pembukaan perkebunan sawit yang dilakukan dengan cara membakar hutan dan lahan gambut juga menjadi alasan utama penolakan terhadap sawit. Penanaman tumbuhan homogen di sebuah lahan yang luas juga dapat mengurangi diversivikasi dan keseimbangan ekosistem yang ada.

Seperti yang kita ketahui, beberapa negara di eropa sempat memperketat impor CPO dari Indonesia karena perkebunan sawit di Indonesia dianggap tidak memenuhi kriteria perkebunan sawit yang berkelanjutan. Salah satu contohnya adalah negara Perancis yang menetapkan pajak sangat tinggi untuk impor CPO. Perkebunan sawit di Indonesia bisa sampai dikatakan tidak berkelajutan karena dalam proses pembukaan lahan hingga pengolahan limbah mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Pembukaan lahan dengan cara membakar hutan, peremajaan pohon sawit yang juga dilakukan dengan membakar pohon sawit yang sudah tua, serta pengolahan limbah pengolahan CPO baik itu limbah cair maupun limbah padat yang tidak dilakukan dengan baik.

Namun, larangan tersebut akhirnya dicabut lantaran pemerintah Indonesia telah menetapkan peraturan mengenai pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan. Peremajaan pohon sawit dengan cara dibakar sudah dilarang serta pengolahan limbah cair dan padat sudah dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan moratorium berjangka waktu dua tahun mengenai hutan primer yang mulai berlaku 20 Mei 2011. Setelah itu, moratorium diperpanjang kembali selama dua tahun hingga 2015. Sebagai gantinya Indonesia menerima paket 1 milyar dollar AS dari Norwegia. Pada tahun 2015, moratorium kembali diperpanjang selama dua tahun samapi 2017. Namun dalam pelaksanaannya peraturan tersebut masih sering dilanggar oleh pengusaha perkebunan sawit. Pembukaan lahan masih dilakukan oleh beberapa perusahaan untuk memperluas lahan sawitnya (Indonesia Investment, 2016). Akan tetapi, langkah yang diambil oleh pemerintah tersebut sudah cukup tepat untuk mengatasi masalah pembukaan hutan. Diperlukan pengawasan dan birokrasi yang lebih baik agar perluasan kawasan perkebunan sawit tidak dilakukan kembali.

Dibalik desakan dari berbagai pihak, khususnya dari eropa, mengenai perkebunan sawit yang ada di Indonesia tadi ternyata jika tinjau lebih lanjut negara-negara pengekspor CPO dari Indonesia adalah negara-negara eropa sendiri. Berikut ini beberapa negara tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar:
Tabel 3. Data negara tujuan ekspor CPO terbesar tahun 2014 (BPS, 2015)
Negara Tujuan Ekspor
Besar ekspor (ton)
India
2.888.188
Belanda
866.087
Italia
601.648
Singapura
532.902
Spanyol
276.017

Dari tabel 3 dapat terlihat bahwa negara konsumen CPO selain India, berasal dari negara-negara eropa. Seperti yang kita ketahui, bahwa tanaman sawit merupakan tanaman yang hanya dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Hal itulah mengapa negara barat tidak dapat mengembangkan sawit.

Sekarang, negara-negara eropa dan amerika sedang mengembangkan tanaman penghasil minyak-lemak selain sawit. Amerika telah cukup lama mengembangkan kacang kedelai sebagai bahan biodiesel mereka. Di eropa pun mulai dikembangkan sumber minyak-lemak dari biji bunga matahari, sorgum dan kanola. Mereka menganggap bahwa tanaman yang mereka kembangkan jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan sawit. Faktanya, produktivitas minyak-lemak terbesar tetap dipegang oleh sawit. Hal itu seperti yang tampak pada tabel 1 yang menyatakan hasil minyak/ha lahan. Dari produktivitas itu dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan jumlah minyak-lemak yang sama, sawit memerlukan luas lahan yang lebih kecil dibandingkan tanaman lain.

Indonesia seharusnya jangan takut akan ancaman embargo dari negara-negara eropa atas CPO produksi kita. Pelarangan ekspor CPO ke negara eropa harusnya menjadi opportunity bagi Indonesia untuk mengembangkan sendiri industri turunan CPO seperti industri sabun, gliserol, biodiesel dan industri yang lain. Sudah saatnya negara kita berdikari dengan sumber daya alam dan manusia yang kita miliki. 71 tahun Indonesia merdeka dari penjajah, namun kita masih serasa dijajah. Kalau banyak orang bilang penjajahan yang bangsa barat lakukan sekarang itu adalah ‘model baru’. Sebenarnya tidak juga. 350 tahun yang lalu bangsa eropa datang ke Indonesia juga dengan membawa modal untuk berdagang, sama seperti sekarang ini Mungkin yang berbeda, di zaman itu mereka memakai seragam militer dan membawa senjata untuk memaksa kita untuk ‘berdagang’ dengan mereka. Kalau sekarang yang datang adalah orang memakai jas dan dasi rapi yang membawa uang sebagai iming-iming kenikmatan dunia.


Sumber:
FAO Statistics Division 2014. Diakses dari http://www.fao.org
Palm Oil. Diakses dari http://www.indonesia-investments.com/zh_cn/business/commodities/palm-oil/item166? Tanggal 14 Januari pukul 11.14 WIB.
Pye, Oliver. Bhattacharya, Jayanti. 2013. “The Palm Oil Controversy in Southeast Asia: A Transnational Perspective”. ISEAS Publishing: Singapore.
Ulum, Miftahul. Hariyanto. 2015.“Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014”. Badan Pusat Statistik Indonesia: Jakarta.




Gheady Wheland Faiz Muhammad
13013065
Mahasiswa Teknik Kimia ITB